Kajian global kondisi air di dunia yang disampaikan pada World Water
Forum II di Denhaag tahun 2000, memproyeksikan bahwa pada tahun 2025
akan terjadi krisis air di beberapa negara. Meskipun Indonesia termasuk
10 negara kaya air namun krisis air diperkirakan akan terjadi juga,
sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan air yang tercermin dari
tingkat pencemaran air yang tinggi, pemakaian air yang tidak efisien,
fluktuasi debit air sungai yang sangat besar, kelembagaan yang masih
lemah dan peraturan perundang-undangan yang tidak memadai. Ketersediaan
air di Indonesia mencapai 15.000 meter kubik per kapita per tahun, masih
di atas rata-rata dunia yang hanya 8.000 meter kubik per kapita per
tahun.
Namun jika ditinjau ketersediaannya per pulau akan sangat lain dan
bervariasi. Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh persen dari total
daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai empat setengah persen dari
total potensi air tawar nasional, namun pulau ini dihuni oleh sekitar 65
persen total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi
kelangkaan air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air
per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia 1.750 meter kubik
per kapita per tahun, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000 meter
kubik per kapita per tahun. Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada
tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1.200 meter kubik
per kapita per tahun. Apabila fenomena ini terus berlanjut maka akan
terjadi keterbatasan pengembangan dan pelaksanaan pembangunan di
daerah-daerah tersebut karena daya dukung sumberdaya air yang telah
terlampaui. Potensi 4 krisis air ini juga terjadi di Bali, Nusa Tenggara
Barat, dan Sulawesi Selatan.
Masalah air di Indonesia ditandai juga dengan kondisi lingkungan yang
makin tidak kondusif sehingga makin mempercepat kelangkaan air.
Kerusakan lingkungan antara lain disebabkan oleh terjadinya degradasi
daya dukung daerah aliran sungai (DAS) hulu akibat kerusakan hutan yang
tak terkendali sehingga luas lahan kritis sudah mencapai 18,5 juta
hektar. Di samping itu jumlah DAS kritis yang berjumlah 22 buah pada
tahun 1984 telah meningkat menjadi 59 buah pada tahun 1998. Fenomena ini
telah menyebabkan turunnya kemampuan DAS untuk menyimpan air di musim
kemarau sehingga frekuensi dan besaran banjir makin meningkat, demikian
juga sedimentasi makin tinggi yang menyakibatkan pendangkalan di waduk
dan sungai sehingga menurunkan daya tampung dan pengalirannya. Pada
tahun 1999 terdeteksi bahwa dari 470 DAS di Indonesia, 62 di antaranya
dalam kondisi kritis, yang diprediksi dari perbandingan aliran maksimum
dan minimum sungai-sungai yang sudah jauh melampaui batas normalnya.
Keadaan ini diperparah oleh degradasi dasar sungai akibat penambangan
bahan galian golongan C di berbagai sungai di Jawa, Bali, Nusa Tenggara
Barat, dan Sumatera Barat yang telah menyebabkan kerusakan struktur dan
fungsi prasarana dan sarana di sepanjang sungai.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penghematan air oleh masyarakat
secara global. Disamping itu konsumsi air yang kini disebagian kota
besar di Indonesia tidak layak konsumsi, maka untuk tetap menjaga
kualitas air tersebut perlu dilakukan proses penjernihan dan penyaringan
terlebih dahulu sehingga dapat memenuhi standar sebagai air bersih. PT HYDRO Water
Technology sebagai perusahaan yang fokus terhadap permasalahan
tersebut, memberikan solusi bagi permasalan air Anda. Dengan media
Profex yang terbukti 10x lebih tahan lama, sesuai dengan kebutuhan anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar